TUGAS
KEPERAWATAN GADAR II
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN
FIMOSIS
DOSEN PEMBIMBING : Ns.Maslicah S.Kep
DISUSUN
OLEH :
MUHAMMAD MURSID
M. NURUL FUAD
NETTA DIAN R
NUNUNG AMELIA
RAHMANTO HARIYADI
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA HUSADA
BOJONEGORO
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan ke hadirat Yang Maha Esa. yang maha luas rahmat dan karunia-Nya,
semoga kami termasuk ke dalam orang yang mendapatkannya.
Dalam rangka
mengembangkan potensi diri dalam bidang Asuhan Keperawatan, sudah sepatutnya
jika pengetahuan tentang kelainan pada bayi baru lahir. Hal ini sangat berguna
mengingat di masa yang akan datang, sebagai seorang perawat akan menjadi
manusia yang teramat penting dalam sebuah kelahiran.
Mengingat begitu
luasnya pembahasan tentang kelainan pada bayi baru lahir, maka kami persempit
pembahasan hanya pada masalah fimosis.
Meskipun makalah ini
dibuat dengan segala keterbatasan yang ada pada kami, baik keterbatasan waktu,
dana, terlebih lagi keterbatasan kemampuan kami, namun kami berharap semoga
makalah ini memenuhi syarat sebagai tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat
II.
kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan tugas
yang sama berikutnya. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
kami selaku tim penyusun, dan umumnya bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tidak
bisa ditarik ke belakang, bisa dikarenakan keadaan sejak lahir atau karena
patologi. Pada usia bayi glan penis dan prepusium terjadi adesi sehingga
lengket jika terdapat luka pada bagian ini maka akan terjadi perlengketan dan
terjadi Phimosis biasanya pada bayi itu adalah hal yang wajar karena keadaan
tersebut akan kembali seperti normal dengan bertambahnya umur dan produksi
hormon.
Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimosis saat
lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya
sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara perlahan terjadi
desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun, masih 50%
yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada
usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga
umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan
secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.
Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih seperti
pada ballooning maka sisa-sisa urin mudah terjebak pada bagian dalam preputium
dan lembah tersebut kandungan glukosa pada urine menjadi lading subur bagi
pertumbuhan bakteri, maka berakibat terjadi infeksi saluran kemih.
Berdasarkan data tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak
yang tidak disirkumsisi memiliki resiko menderita 10-20 kali lebih tinggi.
Tahun 1993, dituliskan review bahwa resiko terjadi sebesar 12 kali lipat. Tahun
1999 dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang sirkumsisi disebutkan
bahwa dari 100 anak pada usia 1 tahun. 7-14 anak yang tidak sirkumsisi
menderita sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang disirkumsisi. Dua laporkan
jurnal tahun 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi dibawah resiko.
Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit
preputium ke belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar
50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun.
Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada
laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa
terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan
aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan
(sirkumsisi). Suatu penelitian lain juga mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir,
namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17
tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian
lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital)
maupun didapat, merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis
(glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian
kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal dengan
istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua
lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada
batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans
penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk
berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan
ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar
sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis
keras sebelum urine keluar.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true
phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan
(higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit
preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.
B. Tujuan
Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan pada anak yang menderita penyakit fimosis.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui asuhan pada penyakit fimosis
2. Mengetahui pengertian pada penyakit fimosis
3. Mengetahui etiologi, tanda dan gejala, tindakan/
penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi fimosis, serta angka kejadian
terjadinya fimosis.
C. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang dan tujuan di atas maka kami dapat merumuskan masalah dari penulisan
makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian dari Fimosis?
2. Apa tanda dan gejala dari fimosis?
3. Apa penyebab terjadinya fimosis?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari
fimosis?
5. Berapa besar angka kejadian yang
terjadi pada bayi yang terkena fimosis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
*FIMOSIS
A. Definisi
Fimosis
adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium
menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine
keluar.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
B. Anatomi
dan Fisiologi
Penis terdiri jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui
uretra. Ada dua permukaan yaitu permukaan posterior penis teraba lunak (dekat
uretra) dan permukaan dorsal. Jaringan erektil penis tersusun dalam tiga kolom
longitudinal, yaitu sepasang korpus kavernosum dan sebuah korpus spongiousum di
bagian tengah. Ujung penis disebut glans. Glands penis ini mengandung jaringan
erektil dan berlanjut ke korpus spongiosum. Glans dilapisi lapisan kulit tipis
berlipat, yang dapat ditarik ke proksimal disebut prepusium (kulit luar),
prepusium ini dibuang saat dilkukan pembedahaan (sirkumsisi). Penis berfungsi
sebagai penetrasi. Penetrasi pada wanita memungkinkan terjadinya deposisi semen
dekat serviks uterus.
C. Etiologi
Didapat --->akibat
adanya infeksi di preputium dan glands penis, higiens yang kurang.
Peradangan--->udema--->menggelembung.
Pasca
infeksi--->merusak sel-sel radang--->preputium tidak bisa ditarik ke
proksimal.
Dalam
kebanyakan kasus, fimosis adalah bawaan lahir. Pada kasus yang lebih jarang,
fimosis terjadi karena kulup kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena
peradangan atau luka akibat pembukaan paksa kepala penis. Pembentukan jaringan
parut dari bekas luka itu mencegah peregangan kulup.
D.
Patofisiologi
Fimosis
dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah
antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul
didalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke
proksimal.
Fimosis pada
bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat
pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa
dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
E. Tanda dan
Gejala
1. Penis
membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
2. Kadang-kadang
keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah
berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu
tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya
bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
4. Kulit
penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni
keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga
6. Bisa juga
disertai demam
7. Iritasi
pada penis.
F. Komplikasi
1.
Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
2. Akumulasi
sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan
akhirnya terbentuk jaringan parut.
3. Pada
kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
4. Penarikan
preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
5.
Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
6. Timbul
infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.
7. Fimosis
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.
G. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan medis
a. Fimosis disertai balanitis
xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4
kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat
diretraksi spontan.
b. Dengan
tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada
klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.
2. Prinsip
terapi dan manajemen keperawatan
a. Perawatan rutin pra bedah.
1) Menjaga kebersihan bagian alat
kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri dengan air hangat dan sabn
mandi.
2) Penis harus dibersihkan secara
seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang
basah dalam waktu yang lama.
b. Perawatan pasca bedah
1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya
perdarahan. Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan
dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya
penyembuhan.
2) Mengganti popok apabila basah
terkena air kencing.
3) Mengajarkan orang tua tentang
personal hygiene yang baik bagi anak.
4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta
menerpkan prinsip protektif.
*PARAFIMOSIS
A. Definisi
Paraphimosis adalah sebuah kondisi
serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan anak laki-laki yang belum
atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di belakang kepala
penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal.
Kadang-kadang
laki-laki yang tak disunat kulup mereka tertarik ke belakang saat berhubungan
seks, ketika mereka kencing atau ketika mereka membersihkan penis mereka. Jika
kulup yang tersisa di belakang kepala penis terlalu panjang, penis kemungkinan
mengalami pembengkakan sehingga kulup yang terperangkap di belakang kepala
penis.
B. Etiologi
1. Akibat
pemasangan kateter
2. Menarik
Prepusium ke proksimal yang biasanya di lakukan pada
saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter tetapi tidak
dikembalikan ketempat semula secepatnya.
C. Pathogenesis
Preputium tidak bisa dikembalikan gangguan aliran
balik vena dorsalis penis superfisial udema gland
penis eksttravasasi terjadi jeratan suplai darah << terjadi
nekrosis
D. Manifestasi
klinis
1. Udema
gland penis
2. Nyeri
3. Jeratan
pada penis
E. Tanda dan Gejala
1. Kulup
tertarik ke belakang kepala penis
2. Sakit
pada penis
F. Pengobatan
Perawatan
yang baik untuk paraphimosis adalah dengan bersunat.
G. Penatalaksanaan
Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual
dengan teknik memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan
secara perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini
tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat
dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang
pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Tanyakan biodata klien.
2. Kaji keadaan umum klien.
3. Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau
peradangan.
4. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk
melihat adanya:
a) Kaji pola eliminasi
BAK:
1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi.
2) Jumlah : Menurun.
3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK.
b) Kaji kebersihan genital:
adanya bercak putih.
c) Kaji perdarahan
d) Kaji tanda-tanda infeksi yang
mungkin ada
5. Obsevasi adanya manifestasi:
a) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras.
b) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi,
c) Adanya inflamasi.
6. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga
7. Kaji pasien saat pra dan post operasi
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan
infeksi saluran urinaria.
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif.
C. Intervensi Keperawatan
Pre
Operasi
1. Diagnosa 1
Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan
infeksi saluran urinaria.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urine lancar.
a) NOC : Pengawasan urine
Kriteria Hasil :
1) Mengatakan keinginan untuk
BAK.
2) Menentukan pola BAK.
3) Bebas
dari kebocoran urine sebelum BAK.
4) Mampu memulai dan mengakhiri
aliran BAK.
Keterangan skala :
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
b) NIC : Perawatan Retensi Urine
Intervensi :
1) Monitor intake dan out put.
2) Monitor
distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
3) Sediakan perlak dikasur.
4) Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.
5) Jaga privasi untuk eliminasi.
6) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.
2. Diagnosa II
Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang.
a) NOC : Kontrol cemas
Kriteria Hasil :
1) Tingkat kecemasan dalam batas
normal.
2) Mengetahui penyebab cemas.
3) Mengetahui stimulus yang
menyebabkan cemas.
4) Tidur adekuat.
Keterangan skala:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
b) NIC : Pengurangan Cemas
Intervensi :
1) Ciptakan suasana yang tenang.
2) Dengarkan dengan penuh perhatian.
3) Kuatkan kebiasaan yang mendukung.
4) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.
5) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan
6) Temani pasien.
7) Gunakan pendekatan dan sentuhan.
8) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.
3. Diagnosa III
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan keluarga dan pasien mengerti akan tindakan yang akan
dilakukan.
a) NOC : Pengetahuan tentang penyakit
Kriteria hasil :
1) Familiar dengan penyakit.
2) Mendeskripsikan proses
penyakit.
3) Mendeskripsikan efek penyakit.
4) Mendeskripsikan komplikasi.
Keterangan skala:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
b) NIC : Mengajarkan proses penyakit
1) Observasi kesiapan klien untuk mendengar.
2) Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3) Jelaskan proses penyakit.
4) Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi.
5) Diskusikan tentang pilihan terapi.
6) Hindarkan harapan kosong.
7) Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.
Post operasi
1. Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
a) NOC : kontrol nyeri
Kriteria hasil :
1) Mengenali faktor penyebab.
2) Menggunakan metode pencegahan.
3) Mengenali gejala-gejala nyeri.
4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan.
Keterangan skala :
1: tidak dilakukan sama sekali
2: jarang dilakukan
3: kadang dilakukan
4: sering dilakukan
5: selalu dilakukan
b) NIC : pain management
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif.
2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan komunikasi terapeutik.
4) Kaji latar belakang budaya pasien.
5) Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga.
6) Beri informasi tentang nyeri.
7) Tingkatkan tidur yang cukup.
8) Berikan analgetik sesuai kebutuhan.
2. Diagnosa II
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
resiko infeksi tidak terjadi.
a) NOC : kontrol infeksi: knowledge
Kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Menunjukan perilaku hidup normal.
3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Keterangan skala:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
b) NIC : infection kontrol
Intervensi :
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2) Batasi jumlah pengunjung.
3) Tingkatkan intake nutrisi.
4) Berikan terapi antibiotik.
5) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.
3. Diagnosa III
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
cairan terpenuhi.
a) NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan.
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Keterangan skala:
1: tidak pernah menunjukkan
2: jarang menunjukkan
3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan
5: selalu menunjukkan
b) NIC : fluid management
Intervensi :
1) Timbang popok jika diperlukan.
2) Pertahankan cairan intake dan output yang akurat.
3) Monitor status hidrasi.
4) Monitor TTV.
5) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
6) Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.
D. Evaluasi
Pre Operasi SKALA
1. Diagnosa 1
Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan
infeksi saluran urinaria.
a) Mengatakan keinginan untuk BAK. 4
b) Menentukan pola BAK. 4
c) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. 3
d) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK. 4
2. Diagnosa II
Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
a) Tingkat kecemasan dalam batas normal. 5
b) Mengetahui penyebab cemas. 3
c) Mengetahi stimulus yang menyebabkan cemas. 4
d) Tidur adekuat. 4
3. Diagnosa III
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.
a) Familiar dengan penyakit. 3
b) Mendeskripsikan proses penyakit. 3
c) Mendeskripsikan efek penyakit. 4
d) Mendeskripsikan komplikasi. 3
Post Operasi
1) Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.
a) Mengenali faktor penyebab. 4
b) Menggunakan metode pencegahan. 3
c) Mengenali gejala nyeri. 4
d) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan. 5
2) Diagnosa II
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 4
b) Menunjukkan perilaku hidup normal. 4
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3
3) Diagnosa III
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan 4
usia dan berat badan
b) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal. 3
c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 4
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit
preputium, sehingga tidak dapat ditarik (diretraksi) ke atas glans penis.ini
disebabkan oleh infeksi bakteri karena tidak adanya proteksi diri yang adekuat.
Paraphimosis
adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan anak
laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di
belakang kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal
SARAN
Dengan adanya makalah dengan kasus fimosis dan parafimosis pada anak,di harapkan mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian, etiologi
dan patofisiolgi serta mampu memberikan suatu asuhan keperawatan yang benar
pada anak yang menderita fimosis dan parafimosis.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah,
2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC
Haws.,
Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC