BTCLS /BASIC TRAUMA CARDIAC LIFE SUPPORT







Assalamualaikum….
BTCLS???!’
Ya, mungkin istilah ini masih belum populer dikalangan masyarakat kita. BTCLS adalah adalah semacam cara penanggulangan pada orang dengan trauma fisik dan juga gangguan pada jantung yang mengancam jiwa. Namun postingan kali ini a belum mau membahas BTCLS secara detail, melainkan mau berbagi pengalaman ketika  a ikut pelatihan dari GDMI atau disebut dengan gadar Medik Indonesia.
pelatihan ini di wajibkan dikampusq yaitu STIKES Insan Cendekia Husada Bojonegoro Jawa Timur. dimana sertifikat dijadikan sebagai syarat kelulusan untuk progam Studi S1 keperawatan.
jadi bagi kalian semua yang sebelum mengikuti pelatihan BTCLS, alangkah baiknya kalian pelajari dulu nih materi yang q dapet dari mentor 1 folder langsung........ DOWNLOAD.

thanks,,moga manfaat.


TUGAS BIOSTATISTIK
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

DOSEN PEMBIMBING : HASAN BISRI SE, MSA




DISUSUN OLEH :
M. MURSID
NIM. 1014033


S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA HUSADA
BOJONEGORO
2011



FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA

Dian Komalasari
Universitas Islam Indonesia

Avin Fadilla Helmi
Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT

The purpose of this study was to determine which were predictors of smoking behavior on adolescents.
The subjects of this study were 75 male, aged 15-18 years, and smokers. This
study were done toward Scale of Parent’s Permissiveness Attitude to smoking behavior,
Scale of peer influence, Scale of Psychological Satisfaction, and Scale of Smoking
Behavior.
The hypothesis was that parent’s permissiveness attitude to smoking behavior, influence of peer, psychological satisfaction was predictors toward smoking behavior on adolescents.
There was co-liniarity phenomenon between psychological satisfaction and others predictor so that psychological satisfaction out of regression analysis.
The result of regression analysis showed that F value = 22,468 (p < 0,05) and R (R = 0,620 ate R2 = 0,384). This meant that parent’s permissiveness attitude to smoking behavior and influence of peer was predictors toward smoking behavior on adolescents. It could be concluded that parent’s permissiveness attitude to smoking behavior and influence of peer were effectively contribution 38,4 %.
Keyword: Smoking behavior, adolescent




Perilaku    merokok    dilihat    dari
berbagai       sudut       pandang       sangat
merugikan,   baik   untuk   diri   sendiri maupun  orang  disekelilingnya.  Dilihat dari sisi individu yang bersangkutan, ada
beberapa       riset       yang    mendukung
pernyataan  tersebut.  Dilihat  dari  sisi
kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia
yang  dikandung  rokok  seperti  nikotin,
CO  (Karbonmonoksida)  dan
 tar  akan
memacu kerja dari susunan syaraf pusat
dan  susunan  syaraf  simpatis  sehingga




mengakibatkan tekanan darah meningkat
dan   detak   jantung   bertambah   cepat
(Kendal        &     Hammen,            1998),
menstimulasi   kanker   dan   berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan pembuluh  darah,  tekanan  darah  tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis (Kaplan  dkk, 1993).  Bagi  ibu  hamil,
rokok menyebabkan kelahiran premature,
berat  badan  bayi  rendah,  mortalitas
prenatal,   kemungkinan   lahir   dalam
keadaan cacat, dan mengalami gangguan










dalam   perkembangan       (Davidson   &
Neale, 1990).  Hasil  riset  Larson  dkk
(dalam  Theodorus, 1994)  menemukan
bahwa  sensivitas  ketajaman  penciuman dan pengecapan para perokok berkurang bila dibandingkan dengan non-perokok. Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya  ‘membakar uang’ apalagi jika hal tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri.
Dilihat          dari          sisi          orang
disekelilingnya,  merokok  menimbulkan
dampak  negative  bagi  perokok  pasif.
Resiko  yang  ditanggung  perokok  pasif
lebih berbahaya daripada perokok aktif
karena daya tahan terhadap zat-zat yang
berbahaya sangat rendah (Safarino dalam
Cahyani, 1995).
Tidak ada yang memungkiri adanya
dampak  negatif  dari  perilaku  merokok
tetapi perilaku merokok bagi kehidupan
manusia   merupakan   kegiatan   yang
fenomenal’.  Artinya,  meskipun  sudah
diketahui akibat negatif merokok tetapi
jumlah perokok bukan semakin menurun
tetapi   semakin   meningkat   dan   usia
merokok semakin bertambah muda.
     
Hasil riset Lembaga Menanggulangi
Masalah  Merokok (Republika, 1998)
melaporkan   bahwa   di   anak-anak   di
Indonesia sudah ada yang mulai merokok
pada   usia      9   tahun.   Smet       (1994)
mengatakan  bahwa  usia  pertama  kali merokok pada umumnya berkisar antara usia 11-13  tahun  dan  mereka  pada
umumnya  merokok  sebelum  usia 18
tahun.   Data   WHO   juga   semakin
mempertegas   bahwa   seluruh   jumlah
perokok yang ada di dunia sebanyak 30%
adalah kaum remaja  (Republika,  1998).
Hamper 50% perokok di Amerika Serikat
termasuk usia remaja (Theodorus, 1994).
Berdasarkan      data      tersebut      dapat
dikatakan   bahwa   perilaku   merokok







dimulai  pada  saat  masa  anak-anak  dan
masa    remaja.          Hamper    sebagian
memahami akibat-akibat yang berbahaya
dari asap rokok tetapi mengapa mereka
tidak mencoba atau menghindari perilaku
tersebut?
Ada  banyak  alasan  yang  melatar
belakangi perilaku merokok pada remaja.
Secara  umum  menurut  Kurt  Lewin,
bahwa   perilaku   merokok   merupakan
fungsi  dari  lingkungan  dan  individu.
Artinya,    perilaku    merokok    selain
disebabkan faktor-faktor dari dalam diri,
juga disebabkan faktor lingkungan.
      Faktor dari dalam remaja dapat dilihat
dari   kajian   perkembangan   remaja.
Remaja  mulai  merokok  dikatakan  oleh
Erikson (Gatchel, 1989) berkaitan dengan
adanya  krisis  aspek  psikososial  yang
dialami  pada  masa  perkembangannya
yaitu masa ketika mereka sedang mencari
jati  dirinya.  Dalam  masa  remaja  ini,
sering dilukiskan sebagai masa badai dan
topan   karena   ketidaksesuaian   antara
perkembangan psikis dan social. Upaya-
upaya   untuk   menemukan   jati   diri
tersebut,  tidak  semua  dapat  berjalan
sesuai   dengan   harapan   masyarakat.
Beberapa  remaja  melakukan  perilaku
merokok  sebagai  cara  kompensatoris.
Seperti  yang  dikatakan  oleh  Brigham
(1991)  bahwa  perilaku  merokok  bagi
remaja merupakan perilaku simbolisasi.
Simbol   dari   kematangan,   kekuatan,
kepemimpinan, dan daya tarik terhadap
lawan jenis.
Di   sisi   lain,   saat   pertama   kali
mengkonsumsi rokok, gejala-gejala yang
mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah
terasa  getir,  dan  perut  mual.  Namun
demikian,  sebagian  dari  para  pemula
tersebut mengabaikan perasaan tersebut,
biasanya  berlanjut  menjadi  kebiasaan,
dan  akhirnya  menjadi  ketergantungan.










Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai
kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis.  Gejala  ini  dapat  dijelaskan
dari      konsep
   tobacco    dependency
(ketergantungan rokok). Artinya, perilaku
merokok   merupakan   perilaku   yang
menyenangkan  dan  bergeser  menjadi
aktivitas  yang  bersifat  obsesif.  Hal  ini
disebabkan  sifat  nikotin  adalah  adiktif,
jika  dihentikan  secara  tiba-tiba  akan
menimbulkan stress. Secara manusiawi,
orang   cenderung   untuk   menghindari
ketidakseimbangan   dan   lebih   senang
mempertahankan  apa  yang  selama  ini
dirasakan  sebagai  kenikmatan  sehingga
dapat  difahami  jika  para  perokok  sulit
untuk   berhenti   merokok.   Dikatakan
Klinke  &  Meeker (dalam  Aritonang,
1997) bahwa motif para perokok adalah
relaksasi.      Dengan    merokok    dapat
mengurangi  ketegangan,  memudahkan
berkonsentrasi,        pengala-man        yang
menyenangkan, dan relaksasi.
Seperti   yang   diungkapkan   oleh Leventhal  &  Clearly (dalam  Cahyani,
1995)  terdapat 4  tahap  dalam  perilaku
merokok   sehingga   menjadi   perokok yaitu:
1.  Tahap        Preparatory.       Seseorang
mendapatkan        gambaran         yang
menyenangkan  mengenai  merokok
dengan cara mendengar, melihat, atau
dari   ahsil   bacaan.   Hal-hal   ini
menimbulkan minat untuk merokok. 2.  Tahap  Initiation.  Tahap  perintisan
     
merokok    yaitu    tahap    apakah
     
seseorang akan meneruskan ataukah
     
tidak terhadap perilaku merokok.
3.  Tahap becoming a smoker. Apabila
     
seseorang telah mengkonsumsi rokok
     
sebanyak 4  batang  per  hari  maka
mempunyai  kecenderungan  menjadi perokok.







4.  Tahap   maintenance   of   smoking.
Tahap  ini  merokok  sudah  menajdi
salah satu bagian dari cara pengaturan
diri       (
self-regulating).        Merokok
dilakukan  untuk  memperoleh  efek
     
fisiologis yang menyenangkan.
     
Selain  faktor  perkembangan  remaja
dan kepuasan psikologis, masih banyak
faktor      dari      luar      individu      yang
berpengaruh  pada  proses  pembentukan
perilaku    merokok.    Pada    dasarnya
perilaku merokok adalah perilaku yang
dipelajari. Hal itu berarti ada fihak-fihak
yang  berpengaruh  besar  dalam  proses
sosialisasi.
Konsep  sosialisasi  pertama  berkem-
bang dari Sosiologi dan Psikologi Sosial
merupakan  suatu  proses  tranmisi  nilai-
nilai,  sistem  belief,  sikap,  atau  pun
perilaku-perilaku           dari          generasi
sebelumnya kepada generasi berikutnya
(Durkin, 1995). Adapun tujuan sosialisasi
ini   adalah   agar   generasi   berikutnya
mempunyai  sistem  nilai  yang  sesuai
dengan tuntutan norma yang diinginkan
oleh kelompok, sehingga individu dapat
diterima dalam suatu kelompok. Dalam
kaitannya dengan perilaku merokok, pada
dasarnya hampir tidak ada orang tua yang
menginginkan   anaknya   untuk   jadi
perokok    bahkan    masyarakat    tidak
menuntut   anggota   masyarakat   untuk
menjadi   perokok.   Namun   demikian,
dalam kaitan ini secara tidak sadar, ada
beberapa  agen  yang  merupakan  model
dan penguat bagi perokok remaja.
     
Siapakah  agen  sosialisasi  perilaku
merokok pada remaja? Dengan merujuk
konsep tranmisi perilaku, pada dasarnya
perilaku   dapat   ditranmisikan   melalui
tranmisi  vertikal  dan  horisontal (Berry
dkk,  1992). Tranmisi vertikal dilakukan
oleh  orang  tua  dan  tranmisi  horisontal
dilakukan  oleh  teman  sebaya.  Dalam










kesempatan  ini  yang  dimaksud  dengan
tranmisi  horisontal  adalah  lingkungan teman sebaya dan tranmisi vertikal adalah sikap   permisif   orang   tua   terhadap perilaku merokok.
Dalam  penelitian  ini  ada 3  faktor
penybab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang  tua  terhadap  perilaku  merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya.
Bagaimana  cara  transmisi  perilaku
merokok?   Salah   satu   yang   dapat
digunakan untuk menjelaskan fenomena
ini adalah teori
social cognitive learning
dari  Bandura.  Teori  ini  menyatakan
bahwa   perilaku   individu   disebabkan
pengaruh   lingkungan,   individu,   dan
kognitif. Perilaku merokok tidak semata-
mata  merupakan  proses  imitasi  dan
penguatan positif dari keluarga maupun
lingkungan  teman  sebaya  tetapi  juga
adanya  pertimbangan-pertimbangan  atas
konsekuensi  perilaku  merokok.  Dalam
kaitan  ini,  seperti  yang  telah diuraikan
bagian  terdahulu,  jika  orang  tua  atau
saudaranya  merokok  merupakan  agen
imitasi yang baik. Jika keluarga mereka
tidak  ada  yang  merokok,  maka  sikap
permisif orang tua merupakan pengukuh
posit atas perilaku merokok.
Demikian  halnya  yang  terjadi  pada
kelompok teman sebaya. Teman sebaya
mempunyai  peran  yang  sangat  berarti
bagi remaja, karena masa tersebut remaja
mula memisahkan diri dari orang tua dan
mulai bergabung pada kelompok sebaya.
Kebutuhan  untuk  diterima  sering  kali
membuat  remaja  berbuat apa saja agar
dapat diterima kelompoknya dan terbebas
dari sebutan ‘pengecut’ dan ‘banci’.
      
Selanjutnya  jika  dilihat  dari  tahap-
tahap  perilaku  merokok,  teman  sebaya
dan keluarga merupakan fihak-fihak yang
pertama kali mengenalkan atau mencoba







meroko, kemudian berlanjut dan berkem-
bang menjadi tobacco dependency atau
adanya ketergantungan merokok. Dalam
tahap  ini  maka  merokok  merupakan
kepuasaan psikologis dan bukan semata-
mata   kebutuhan   untuk   mewujudkan
simbolisasi  kejantanan  dan  kedewasaan
remaja.

HIPOTESIS
Kepuasan psikologis, sikap permisif
orang tua terhadap perilaku meroko, dan
lingkungan  teman  sebaya  merupakan
prediktor bagi perilaku merokok remaja.

METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variabel
     
Penelitian
1. Kriterium     : perilaku merokok
2. Prediktor
a.  sikap permisif orang tua terhadap
perilaku merokok remaja
b.  lingkungan teman sebaya
c.  kepuasan psikologis

B.  Definisi       Operasional    Variabel
Penelitian
1.  Perilaku  merokok  adalah  aktivitas
     
subjek  yang  berhubungan  dengan
     
perilaku  merokoknya,  yag  diukur
     
melalui  intensitas  merokok,  waktu
     
merokok, dan fungsi merokok dalam
     
kehidupan sehari-hari, yang diungkap
     
melalui Skala Perilaku Merokok.
2.  Sikap  permisif  orang  tua  terhadap
      perilaku   merokok   remaja   adalah
     
bagaimana penerimaan dari keluarga
      terhadap perilaku merokok. Semakin
     
tinggi  sekor  yang  diperoleh  subjek
      semakin         besar         kemungkinan
pengaruh          keluarga          terhadap










pembentukan merokok. Hal ini akan
diungkap melalui Skala A.
3.  Lingkungan  teman  sebaya  adalah
     
sejauh   mana   subjek   mempunyai
      teman atau kelompok teman sebaya
     
yang   merokok   dan   mempunyai
     
penerimaan positif terhadap perilaku
     
merokok.  Hal  ini  akan  diungkap
     
melalui Skala B.
4.  Kepuasan  psikologis  adalah  akibat
     
atau   efek   yang   diperoleh   dari
     
merokok yang berupa keyakinan dan
     
perasaan yang menyenangkan, yang
     
dirasakan oleh subjek. Hal ini akan
     
diungkap dengan Skala C.

C. Subjek Penelitian
Subjek  penelitian  ini  adalah  remaja perokok yang berusia 15-18 tahun yang tinggal di kampung Sosrowijayan Wetan, siswa SMU Kolombo, dan siswa SMU 9 Yogyakarta.    Dalam    penelitian    ini melibatkan 90  subjek  penelitian,  tetapi







yang dapat dianalisis sebanyak 75 subjek
yang  semuanya  berjenis  kelamin  pria. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan kerelaan.

D. Alat Pengukuran Data
Dalam penelitian ii ada beberapa alat
yang    digunakan    untuk    mengukur
beberapa    variabel    penelitian    yaitu
Identitas   subjek,   Skala   A   untuk
mengukur   sikap   permisiforang   tua
terhadap perilaku merokok remaja, Skala
B  untuk  mengukur  lingkungan  teman
sebaya,  dan  Skala  C  untuk  mengukur
kepuasan psikologis, dan Skala Perilaku
Merokok  yang  disusun  oleh  Aritonang
(1997).
Uji  coba  alat  ukur  dilakukan  pada siswa SMU Pakem yang melibatkan  60 siswa.  Hasil  uji  konsistensi  aitem  total dan  reliabilitas  terhadap  skala  tersebut terlihat dalam tabel berikut ini.


Tabel 1. Koefisien konsistensi aitem total dan koefisien reliabilitas



Jenis Skala                Jumlah aitem        Koefisien Konsistensi                 Koefisien
aitem total                        Reliabilitas
Skala A                                         14                     0,3420 - 0,7915                        0,8780
Skala B                                          10                     0,3094 - 0,4334                        0,7849
Skala C                                          13                     0,3277 - 0,6453                        0,8519
Skala Perilaku Merokok                43                     0,3021 - 0,6782                        0,9219




E.  Teknik Analisi Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi ganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut  ini  akan  disajikan  hasil  uji
data secara deskriptif seperti terlihat pada
tabel 2.




Sebelum  dilakukan  analisis  regresi
terlebih dahulu dilakukan iji asumsi yang meliputi uji normalitas, uji linieritas, dan
interkorelasi       antar      variabel-variabel
penelitian yang terlihat dalam tabel 3.








Tabel 2. Hasil analisi deskriptif variabel-variabel penelitian

Variabel                             Sekor            Sekor            Sekor           Deviasi
Minimal       Maksimal         Rerata          Standar
Sikap permisif orang tua terhadap              3                  144            22,4667            1,08
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya                         16                  40             29,2267            0,52
Kepuasan Psikologis                                  13                  47             32,2000            0,78
Perilaku Merokok                                      34                 109            75,1876             1,9


Tabel 3. Uji Normalitas Variabel-variabel Penelitian

Variabel                           Harga Z (KS)                p                      Status
Sikap permisif orang tua terhadap                0,606                   >0,05                 Normal
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya                            0,802                   >0,05                 Normal
Kepuasan Psikologis                                     0,908                   >0,05                 Normal
Perilaku Merokok                                         0,763                   >0,05                 Normal



Normalitas  masing-masing  variabel
akandiuji  dengan  skala  statistika  non
paramatrik       one-sample    Kolmograf-
Smirnof. Sebaran sekor dikatakan normal
apabila nilai Z  (KS) berada dalam p  >
0,05.  berdasarkan  hasil  dalam  tabel 3
terlihat        bahwa        semua        variabel
mempunyai distribusi normal.



Selanjutnya  untuk  melihat  linieritas
masing-masing        prediktor       terhadap
kriterium    dilakukan    uji    linieritas. Hubungan antara prediktor dan kriterium dikatakan  linier  jika  ke  dua  variabel mempunyai nilai F dengan d < 0,05.



Tabel 4. Hasil uji linieritas prediktor dengan kriterium



Variabel                                    F                           p                       Status


Sikap permisif orang tua terhadap            21,433                   <0,05                    Linier


perilaku merokok remaja


Lingkungan teman sebaya                        12,654                   <0,05                    Linier


Kepuasan Psikologis                                 55,567                   <0,05                    Linier




Berdasarkan            uji            linieritas
menunjukkan bahwa harga F (p < 0,05);
hal    itu       berarti      semua    prediktor
mempunyai hubungan yang linier dengan
kriterium.  Berikut  ini  disajikan  matrik
interkorelasi      antar      variabel      untuk




mengetahui    sejauh    mana    keeratan
hubungan antar prediktor, sehingga dapat ditentukan   apakah   prediktor-prediktor tersebut merupakan variabel bebas atau terjadi kolinieritas.








Tabel 5. Matrik interkorelasi antar variabel

Sikap permisif        Pengaruh      Kepuasan     Perilaku
orang tua              teman        psikologis     merokok
terhadap perilaku       sebaya
merokok remaja
Sikap permisif orang tua terhadap                 1,00                   0,038          0,429*)        0,494*)
perilaku merokok remaja
Lingkungan teman sebaya                             0,069                   1,00           0,366*)        0,393*)
Kepuasan Psikologis                                    0,429*)              0,366*)            1,00          0,640*)
Perilaku Merokok                                        0,494*)              0,393*)         0,640*)           1,00
Ket : *) p < 0,05
Berdasarkan    matrik    interkorelasi                      Berdasarkan  hasil  analisis  regresi


terlihat      bahwa    variabel    kepuasan
psikologis  mempunyai  hubungan  erat dengan variabel sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja  (r  = 0,429; p  <  0,05) dan lingkungan teman sebaya  (r =  0,366;  p  <  0,05).  Dengan
demikian  variabel  kepuasan  psikologis
bukan variabel yang berdiri sendiri atau
terbebas  dari  variabel  sikap  permisif
orang  tua  terhadap  perilaku  merokok
remaja dan lingkungan teman sebaya. Hal
ini  disebut  dengan  kolinieritas,  dengan
demikian   variabel   ini   tidak   akan
diikutsertakan   dalam   analisis   regresi
ganda.   Hasil   analisis   regresi   ganda
memperlihatkan bahwa F = 22,468 (p <
0,05)  dan  R = 0,620 (R
2 = 0,384).
Artinya,   sikap   permisif   orang   tua
terhadap  perilaku  merokok  remaja  dan
lingkungan  teman  sebaya  merupakan
prediktor   terhadap   perilaku   merokok
remaja.  Jadi  sumbangan  sikap  permisif
orang tua dan lingkungan teman sebaya
terhadap   perilaku   merokok   remaja
sebanyak      38,4%.       Sementara    itu,
hubungan kepuasan psikologis terhadap perilaku merokok sebesar r = 0,640 (p < 0,05).  Hal  ini  berarti  bahwa  kepuasan psikologis menyumbang 40,9% terhadap perilaku merokok.


ganda,  hipotesis  yang  diajukan  tidak
dapat  diterima.  Namun  dmikian,  sikap
permisif  orang  tua  terhadap  perilaku
merokok remaja dan lingkungan sebaya
merupakan  prediktor  yang  cukup  baik
trhadap  perilaku  merokok  remaja  yaitu
38,4%.  Hal  ini  berarti  bahwa  faktor
lingkungan  yaitu  lingkungan  keluarga
dan        lingkungan        teman        sebaya
memberikan  sumbangan  yang  berarti
dalam  perilaku  merokok  remaja.  Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian
yang   dilakukan   Theodorus          (1994)
mengatakan  bahwa  keluarga  perokok sangat    berperan    terhadap    perilaku merokok   anak-anaknya   dibandingkan keluarga  non -perokok.  Dalam  hal  ini
menurut   pandangan   social   cognitive
learning theory, merokok bukan semata-
mata  proses  belajar  pengamatan  anak
terhadap orang tua atau saudaranya tetapi
adanya pengukuh positif dari orang tua
dan  konsekuensi-konsekuensi  merokok
dirasakan menyenangkan remaja.
     
Pengukuh  positif  lain  diterima  dari
teman   sebaya.   Hasil   penelitian   ini
memperkuat  penelitian  yang  dilakukan
oleh Harlianti (1988) bahwa lingkungan
sebaya  memberikan  sumbangan  efektif
sebesar 33,048%.   Lingkungan  teman










sebaya  mempunyai  arti  yang  sangat
penting  bagi  remaja.  Kebutuhan  untuk
diterima  dan  usaha  untuk  menghindari
penolakan   kelompok   teman   sebaya
merupakan   kebutuhan   yang   sangat
penting.  Remaja  tidak  ingin  dirinya
ditolak dan menghindari sebutan ‘banci’
atau ‘pengecut’.  Merokok  bagi  remaja
juga merupakan simbolisasi,simbol atas kekuasaan, kejantanan, dan kedewasaan (Brigham, 1991).
Kepuasan   psikologis   memberikan
sumbangan yang sangat tinggi terhadap
perilaku  merokok  remaja  yaitu 40,9%.
Hal  ini  memberikan  gambaran  bahwa
perilaku merokok bagi subjek dianggap
memberikan            kenikmatan            dan
menyenangkan.  Rokok  diyakini  dapat
mendatangkan          efek-efek          yang
menyenangkan.   Berikut   ini   disajikan perasaan subjek setelah merokok.
Tabel 6. Efek-efek setelah merokok

Efek-efek                          %
Nikmat                                      38,298
Puas                                           15,957
Tenang                                      12,766
Biasa saja                                  11,703
Santai                                         5,319
Hangat                                       3,192
Percaya diri                                2,128
Gaya                                           1,064
Masalah hilang                           1,064
Ngantuk                                     1,064
Pusing                                        5,257
Pahit                                           2,218







Berdasarkan  tabel 6  terlihat  bahwa
merokok bagi remaja mempunyai kaitan yang   erat   dengan   aspek   psikologis terutama efek yang positif yaitu sejumlah 92,555%  sedangkan efek negatif hanya sebesar 7,54% (pusing,  ngantuk,  dan
pahit).  Hasil  ini  menunjukkan  bahwa
subjek   merasakan   kepuasan   setelah
merokok. Kepuasan ini berkaitan dengan
aspek-aspek    emosi.    Yang    paling
menonjol   dirasakan   subjek   adalah
kenikmatan        (38,298%),        kepuasan
(15,957%),  dan  merasakan  ketenangan (12,766%).   Kepuasan   psikologis   ini kemungkinan  berhubungan  erat  dengan frekuensi   merokok   subjek.   Rata-rata subjek  merokok 7  batang  per  hari.
Dikatakan  Laventhal  &  Clearly  (dalam Cahyani, 1995)  bahwa  remaja  yang
merokok  lebih  dari 4  batang  per  hari
mereka   sudah   dikategorikan   sebagai
perokok.  Subjek  yang  mengkonsumsi
rokok sama dengan atau lebih besar dari
4 batang per hari lebih dari 68 %. Hanya
15% subjek yang menyatakan tidak tentu
dalam   mengkonsumsi   rokok   dengan
alasan karena keterbatasan uang. Hasil ini
semakin memperkuat pandangan bahwa
merokok bukan berkaitan dengan aspek
rasional yaitu aspek negatif dari rokok,
baik   dari   sisi   ekonomis   maupun
kesehatan,      tetapi      lebih      berkaitan
kepuasan  emosional.  Adapun  frekuensi konsumsi  rokok  disajikan  dalam  tabel berikut ini.








Tabel 7. Jumlah Rokok per Hari
Kondisi yang paling banyak perilaku


Jumlah rokok (batang)          Frekuensi
24                                2
14                                1
12                               14
11                                1
10                                2
8                                 1
7                                 6
6                                12
5                                10
4                                 2
3                                 6
2                                 6
1                                 1
Tidak tentu                        11
Total                             75

Kepuasan       psikologis        merokok
diperkuat      oleh      efek-efek      setelah
merokok,  bahwa  efek  negatif  merokok
hanya dirasakan sebesar  7,45%. Hal ini
berarti  subjek  sudah  terbiasa  merokok,
sebab  bagi  pemula  efek  yang  timbul
adalah  pusing,  mual-mual,  dan  mulut
aphit.
Perilaku   merokok   erat   kaitannya dengan  kondisi  emosi.  Dalam  kondisi emosi sepertiapakah jumlah rokok yang dikonsumsi paling banyak?
Tabel 8. Kondisi konsumsi rokok yang
terbanyak
Kondisi konsumsi rokok              %
yang terbanyak
Stres                                              40,86
Kumpul dengan teman                  27,96
Habis makan                                12,903
Dingin                                           7,529
Ada uang lebih                              6,542
Mendengarkan musik                    1,075
Jauh dari orang tua                        1,075
Jalan-jalan                                     1,075


merokok  yaitu  ketika  subjek  dalam
tekanan (stres) yaitu 40,86%; yang kedua
ketika  berkumpul  dengan  temansebay
(27,96%).  Konsumsi rokok ketika stres
merupakan    upaya-upaya    pengatasan
maslah  yang  bersifat  emosional  atau
sebagai  kompensatoris  kecemasan  yang
dialihkan terhadap perilaku merokok. Hal
ini semakin mempertegas mengapa para
perokok  merasakan  kenikmatan  setelah
merokok.  Perilaku  merokok  dipandang
sebagai   upaya   penyeimbang   dalam
kondisi    stres.    Dengan    kata    lain
berdasarkan   pandangan   Laventhal   &
Clearly (dalam  Cahyani, 1995)  bahwa
kemungkinan besar subjek telah masuk
ke tahap bukan saja dalam becoming a
smoker tetapi telah masuk dalam tahap
maintenance of smoking. Merokok sudah
menjadi  salah  satu  bagian  dari  cara
pengaturan        diri         (self-regulating).
Merokok  dilakukan  untuk  memperoleh
efek fisiologis yang menyenangkan.
     
Seperti   yang   telah   dikemukakan,
bahwa remaja merokok lebih merupakan
upaya-upaya  untuk  dapat  diterima  di
lingkungannya.   Hampir      28%   subjek
menyatakan  bahwa  konsumsi  terbesar rokok ketika mereka sedang berkumpul dengan  teman-temannya  yaitu  apakah mereka  nongkrong  di  mall,  begadang, piknik, atau kumpul-kumpul saja.
Kapan pertama kali mereka merokok? Sebanyak  16  (21,33%) subjek memulai perilaku merokok ketika masih SD. Hasil ini memperkuat pendapat Traquet (dalam
Suhariyono,     1993)   bahwa   perilaku
merokok  biasanya  di  mulai  pada  masa remaja meskipun proses menjadi perokok telah dimulai sejak masa kanak-kanak.










Tabel 9. Waktu pertama kali merokok

Pertama kali          Frekuensi         %
merokok
SD                                    16            21,33
SLTP                                47            62,67
SMU                                 12            16,00
Jumlah                              75           100,00

Berdasarkan  tabel  9  terlihat  bahwa
masa-masa   yang   kritis   atau   rawan
terhadap  perilaku  merokok  pada  masa
SLTP atau termasuk tahap perkembangan
remaja  awal.  Remaja  awal  merupakan
periode   yang   paling   kritis   terhadap
pengaruh  teman  sebaya  dan  didukung
sukap yang permisif dari orang tua.

KESIMPULAN
Perilaku  merokok  adalah  perilaku
yang  dipelajari.  Proses  belajar  dimulai
dari  sejak  masa  anak-anak,  sedangkan
proses   menjadi   perokok   pada   masa
remaja.  Proses  belajar  atau  sosialisasi
tampaknya   dapat   dilakukan   melalui
tranmisi dari generasi sebelumnya yaitu
tranmisi  vertikal  yaitu  dari  lingkungan
keluarga,  lebih  spesifik  sikap  permisif
orang  tua  terhadap  perilaku  merokok
remaja.  Sosialisasi  yang  lain  melalui
tranmisi  horisontal  melalui  lingkungan
teman  sebaya.  Namun  demikian,  yang
paling   besar   memberikan   kontribusi
adalah         kepuasan-kepuasan         yang
diperoleh    setelah merokok atau rokok
memberikan   kontribusi   yang   positif.
Pertimbangan-pertimbangan   emosional
lebih   dominan   dibandingkan   dengan
pertimbangan-pertimbangan rasional bagi
perokok.







SARAN-SARAN
Agen     soisalisasi  dalam  perilaku
merokok adalah keluarga dan lingkungan
teman  sebaya.  Sementara  itu,  perilaku
merokok  lebih  berakitan  dengan  aspek
emosional. Saran-saran dari penelitian ini
adalah:
1.   Bagi  orang  tua  yang  menginginkan
anaknya tidak merokok maka anggota
keluarga  tidak  disarankan  merokok
atau  tidak  memberikan  pengukuh
positif ketika remaja merokok.
2. Teman            sebaya          memberikan
kontribusi yang cukup besar kepada
remaja untuk merokok, dalam hal ini
jika  orang  tua  tidak  menginginkan
anaknya  merokok,  maka  orang  tua perlu  waspada  terhadap  kelompok teman sebaya anak-anaknya.
3.   Perilaku  merokok  lebih  didasarkan
atas        pertimbangan        emosional.
Berkaitan  dengan  masalah  tersebut upaya   preventif   maupun   kuratif
sebaiknya        tidak       menggunakan
pendekatan          kognitif          seperti
pemberian  informasi  bahaya-bahaya
atau dampak negatif merokok, tetapi
sentuhan-sentuhan  afeksional  perlu
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Aritonang,   MER.       1997.   Fenomena
Wanita   Merokok.   Skripsi.   Tidak diterbitkan.   Yogyakarta:   Fakultas Psikologi UGM.
Berry, J.W.,    Pootinga, YPEH., Segall,
     
M.H.,  Dasen,  P.R., 1992.  Cross-
cultural  Psychology:  Research  & Applications. Cambridge: Cambridge Press University.










Brigham, C.J., 1991. Social Psychology.
Boston:  Harper  Collins  Publisher,
Inc.
Cahyani,  B. 1995.  Hubungan  antara
Persepsi   terhadap   Merokok   dan
Kepercayaan  Diri  dengan  Perilaku
Merokok     pada     Siswa     STM
Muhammadiyah    Pakem    Sleman
Yogyakarta.          Skripsi.           Tidak
diterbitkan.   Yogyakarta:   Fakultas Psikologi UGM.
Davidson,  G.C  &  Neale,  J.M., 1990.
Abnormal  Psychology.  New  York: Willey & Sons.
Durkin, K.  1995. Developmental Social
     
Psychology From Infancy to Old Age.
Cambrige: Blackwell Publisher.
Gatchel, R. J., 1989. An Introduction to
     
Health  Psychology. New  York:  Mc
      Graw-Hill Book Company..
Harlianti, T. T., 1988. Hubungan antara
     
Pemenuhan Kasih Sayang Orang Tua
     
dan Pengaruh Lingkungan Merokok
     
Teman Sebaya dengan Tingkah Laku
     
Merokok   Remaja   SMP.   Skripsi.
     
Tidak       diterbitkan.       Yogyakarta:
Fakultas Psikologii UGM.
Kaplan,  R.M.,  Sallis,  J.F  &  Patterson,
      T.L., 1993.
  Health   and   Human







Behavior. New York: Mc Graw-Hill
Book Co.
Kendal,  P.C.  &  Hammen,  C., 1998.
Abnormal Psychology Understanding Human    Problem.    New    York: Houghton Mifflin Company.
Republika     1998.   Lebih   Tiga   Juta
Meninggal  karena  Tembakau  dalam
Setahun.   Harian   Republika.         30
Oktober 1998.
Republika 1998.  Dibanding  AIDS  dan
TBC,    Merokok    Lebih    Banyak
Mematikan.  Harian  Republika. 30
November 1998.
Smet,  B. 1994.  Psikologi  Kesehatan.
Jakarta:  PT  Gramedia  Widiasarana Indonesia.
Suhariyono,    A.,         1993.      Intensitas
Merokok        dan        Kecenderungan
Memilih  Tipe  Strategi  Menghadapi
Masalah   pada   Siswa   SMTA   di
Yogyakarta.
 Skripsi.  Tidak  diterbit-
kan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Theodorus.    1994.,   Ciri   Perokok   di
Kalangan  Mahasiswa/i  Universitas
Sriwijaya. Jurnal JEN. No. 3, 19-24.



RESUME

            Merokok merupakan yang sangat merugikan bagi diri sendiri dan orang lainterutama pada sisi kesehatan yang dapat menyebabkan dampak negative bagitubuh.Menurut hasil riset Larson,bahwa indera pengecapan bagi pecandu rokok akan mengalami msalah yang serius.Dan pada anak usia 9 tahun anak sudah mulai untuk merokk walaupun hanya sebagian kecil.Menurut WHO perokok ebanyak 30 % adalah remaja.Peilaku merokok juga di sebabkan dari factor lingkungan dan diri sendiri.Oleh Brighams bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan perilaku simbolis dan kematangan , kekuatan dan kepemimpinan serta daya tarik lawan jenis. Konsep TOBACO DEPENCY (ketergantungan rokok) artinya perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktifator yang bersifat obesif.Adapun motif dari merokok yaitu relaksasi .Terdapat 4 tahap perilau merokok menjadi perokok :1.tahap prepatory 2.tahap initiation 3.tahap be coming 4.tahap maintenance.Pada dasarnya perilaku merokok adalah perilaku yang di pelajari.Agen dari perilaku merokok yaitu orang tua(transmisi vertical) dan teman sebaya(tranmisi horizontal).
            Dala riset ini subjek yang di ambil adalah remaja usia 15-18 tahun,dan dapat di ketahui bahwa keluarga perokok sangat mempengaruhi anak-anaknya di bandingkan denagn kelurga non perokok.Selain itu lingkungan sebaya mempunyai arti sangat penting untuk kebutuhan di terima atau tidak di terima dalam suatu kelompok sebaya.Efek psikologi memberikan efek sebesar 40% pada pecandu rokok.Menurut lavental dan Clearly bahwa konsumsi >4 batang rokok sudah di sebut sebagai perokok.Seorang merokok pada saat orang itu stress,karena dengan merokok di pandang sebagai penyeimbang dalam kondisi stress.Remaja awal merupakan preide yang paling kritis.








PENDAPAT PRIBADI

        Merokok merupakan perilaku ataupun kebiasaan yang tidak mempunyai efek positifnya,melainkan efek negative yang akan di dapat.Dari uuraian penjelasan di atas bias kita ambil betapa pentingnya peran orang tua sebagai tempat pertama bagi si anak untuk di didik dan diberikan pengarahan serta pengetahuan


tentang merokok dan juga pembekalan mental,rohniah agar anak tidak terpengaruh terhadap teman sebaya.Jadi peran keluarga di sini harus sangat bisa di optimalkan dalam pembibingan anak.